Minggu kemarin, WADEZIG! mendapatkan email dari seorang graffiti artist ternama asal Belanda, Digital Does. Dalam emailnya Does menyampaikan keberatannya atas pemuatan foto-fotonya di website WADEZIG! saat acara Wall Lords Indonesia 2011. Waktu itu Digital Does datang ke Bandung sebagai bintang tamu dalam acara Wall Lords 2011. Dia sempat berkunjung ke WADEZIG! Sultan Agung, dan membeli beberapa t-shirts dan celana yang dipakainya pada saat live painting di acara Wall Lords. Artikel selengkapnya bisa dilihat di sini. Balik lagi ke masalah foto tadi, Does terutama keberatan dengan salah satu foto di artikel tersebut yang memperlihatkan jelas mukanya. WADEZIG! tidak aware bahwa walaupun sebagian besar mukanya di foto tersebut tertutupi oleh gas mask, tetap saja Digital Does keberatan, karena fotonya cukup frontal dan close-up. Lalu secepatnya kami menghapus foto tersebut dan kami balas emailnya untuk sekalian meminta maaf. Does pun berterima kasih.
Ngomong-ngomong, pernah ada yang kepikiran ga, kenapa sih street artist itu tidak ingin mukanya terekspos dan diketahui oleh banyak orang? Kebanyakan dari mereka juga menggunakan masker untuk menyamarkan mukanya. Jawabannya simpel, karena street art itu masih dianggap ilegal. Hanya kota-kota tertentu yang menyediakan ruang publik khusus untuk para penggiat seni jalanan ini. Sisanya, masih menganggap street art itu perbuatan kriminal. Coba cari artikel-artikel tentang sejarah lahirnya street art deh.
Apalagi di luar negeri sana, street artist itu kebanyakan buronan polisi. Inggris menjadi salah satu negara yang menghukum berat street artist karena mereka dianggap melakukan perusakan properti milik orang lain. Pada tahun 2008, pengadilan Southwark Crown di Inggris memvonis penjara lima anggota grup grafiti DPM. Salah satu dari mereka, Andrew Gillman, bahkan divonis penjara selama dua tahun setelah mengakui melakukan konspirasi yang menyebabkan kerusakan properti sekitar satu juta poundsterling.
Cedar Lewinsohn, kurator pameran di Tate Modern Inggris berpendapat kalau masalah street art ditanggapi berbeda di berbagai negara di dunia. Brasil misalnya lebih santai tentang hal itu, sedangkan Australia seperti Inggris, orang-orang di sana benar-benar benci grafiti dan tag pada van atau kereta api. Dalam berita terbaru, kepolisian Melbourne mengumumkan bahwa mereka akan memperlakukan Banksy seperti perusak lainnya dan mereka mengancam akan menghapus karya-karya Banksy yang ada di kota Melbourne. Banksy adalah seorang seniman jalanan internasional yang identitasnya masih belum diketahui sampai sekarang. Karya-karya Banksy bahkan sudah terjual seharga lebih dari satu juta dollar.
Sebelumnya, para pekerja kota Melbourne secara tak sengaja telah mengecat di atas karya Banksy di Hosier Lane, Melbourne, sehingga walikota mengundang Banksy untuk membuat karya seni lainnya. Kepala Tourism Victoria sangat menyayangkan hal itu karena menurutnya banyak wisatawan mancanegara yang datang ke Melbourne untuk melihat karya Banksy itu. Dia juga berpendapat kalau pilihan Banksy untuk berkarya di Melbourne memperkuat imej bahwa Melbourne adalah salah satu kota kreatif. Ahli seni Melbourne, Ken McGregor bahkan membandingkan kejadian Hosier Lane seperti “melukis di atas Mona Lisa”.
Di Indonesia, permasalahan ini belum sampai sejauh itu. Para street artist lokal masih bisa bebas berkeliaran tanpa harus takut dikejar polisi. Kegiatan ‘berkeliaran dimalam hari’ pun tidak terlalu mencekam di sini. Tidak terlalu banyak polisi yang mempermasalahkan. Bahkan di kota-kota tertentu seperti Jogja, pemerintahnya sangat men-support kegiatan mural atau seni jalanan. Ini justru memicu perdebatan baru. Ada beberapa kalangan street artist yang percaya bahwa yang namanya street art itu harus ilegal. Street art itu harus vandal. Jadi mereka menganggap street art yang disupport pemerintah atau street art yang dilakukan dalam event resmi itu tidak sepantasnya disebut street art. Rumit juga ya?
Perdebatan mengenai street artist itu seniman ataukah kriminal tak akan pernah selesai. Begitu juga perdebatan tentang street art yang harus ilegal atau boleh legal. Masalah itu akan diinterpretasikan berbeda oleh berbagai pihak. Yang pasti, WADEZIG! sebagai salah satu yang membidani lahirnya komunitas street art terbesar di Indonesia TEMBOKBOMBER, sangat mendukung para seniman jalanan seperti Does dan Banksy untuk terus berkarya. Tidak peduli legal atau ilegal, di jalanan atau di galeri seni, as long as you be true to yourself and keep doing what you love.
Apa pendapat kalian?